Ketika Makna Kemerdekaan Itu Kembali Berbicara
Pada tanggal 25 Juli 2018, Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta meresmikan area Lapangan Banteng yang tampil dengan "wajah baru"-nya. Peresmian Lapangan Banteng tentu saja disambut meriah oleh masyarakat DKI Jakarta yang harus menunggu sekitar 2 tahun untuk menantikan "wajah baru" dari tempat ini. Terbentuknya "wajah baru" dari Lapangan Banteng ini tidak terlepas dari andil Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menginginkan supaya Lapangan Banteng berbenah menjadi tampilan tempat yang estetika dan nyaman untuk dikunjungi oleh seluruh masyarakat DKI Jakarta dan oleh karena itu, Beliau mempercayakan tugas ini kepada salah satu arsitek ternama di Indonesia, Yori Antar untuk membuat suatu rancangan dan bentuk landscape yang akan ditampilkan dalam keindahan dan kenyamananya. Dan hasilnya, kini Lapangan Banteng tidak lagi sebagai sebuah "pajangan" seperti dulu dimana setiap harinya masyarakat DKI Jakarta hanya "numpang lewat" dengan kendaraan transportasinya. Sekarang Lapangan Banteng berubah menjadi suatu tempat yang selalu ramai dikunjungi dari pagi hingga malam hari dimana banyak pengunjung yang datang untuk berolahraga, bersantai, dan mengabadikan foto-foto.
Di tempat ini pula, terdapat sebuah tugu yang menjulang tinggi dengan patung pria bertubuh kekar dengan mengangkat kedua tanganya ke atas yang bernama Tugu Pembebasan Irian Barat. Mengenai sejarah, tempat dan patung tersebut memang memiliki sejarah panjang dibalik berdirinya kedua elemen tersebut. Pada zaman penjajahan Kolonial Belanda, lapangan ini dibangun dan diberi nama oleh Pemerintahan Kolonial Belanda pada zaman itu dengan nama Waterlooplein yang berarti Lapangan Waterloo. Lapangan ini sendiri dibentuk pada saat itu untuk mengenang pertempuran Waterloo di tahun 1815 dimana koalisi Inggris, Belanda, dan Jerman berhasil mengalahkan Kerajaan Prancis dibawah pimpinan Napoleon Bonaparte yang dicatat sebagai salah satu pertempuran terbesar di dunia. Di jaman penjajahan Jepang, tempat ini dinamakan Lapangan Singa dan barulah di sekitar tahun 1960-an, Lapangan Banteng mulai berbenah.
Di tahun 1960-an, Indonesia sedang mengalami gejolak dan konflik yang harus dihadapi dalam mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negeri. Salah satunya adalah konflik antara Indonesia dengan Belanda mengenai masalah pulau Irian yang saat itu masih berada dibawah penjajahan Belanda. Meski Indonesia sudah resmi memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, wilayah Irian yang sekarang ini sebut dengan nama Papua masih tetap berada dibawah kendali pemerintahan Belanda hingga 17 tahun kemudian dimana Belanda melanggar perjanjian dengan Indonesia yang berisi bahwa Belanda harus mengembalikan Irian ke pemerintahan Indonesia sesuai waktu yang disepakati. Tak terima dengan sikap Belanda, Ir.Soekarno atau yang disebut Bung Karno sebagai Presiden sekaligus Panglima tertinggi negara Indonesia menyatakan perang melawan Belanda yang dikenal sebagai Operasi Trikora demi memperebutkan kembali Irian Barat pada tahun 1961. Setelah pertempuran dan operasi yang cukup banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak, wilayah Irian Barat resmi menjadi milik Indonesia pada tahun 1962. Direbutnya Irian Barat tentu saja menjadi sebuah sejarah tersendiri bagi bangsa Indonesia setelah sekian lamanya berjuang demi memperebutkan wilayah ini.
Bung Karno sebagai presiden dan sang proklamator tentu saja sangat bangga dengan kemenangan bangsa Indonesia tersebut. Bagi Bung Karno, Irian Barat bukan hanya sebagai bentuk suatu kedaulatan tetapi juga sebagai cita-cita besar Indonesia sebagai sebuah negara besar dan terpandang di dunia. Oleh karena itu, Kemenangan ini bukan hanya dirayakan dengan sebuah pidato ataupun pesta rakyat, namun juga harus ada sebuah "elemen" yang melambangkan kemenangan bangsa Indonesia tersebut dan Bung Karno memiliki ide untuk bentuk "elemen" tersebut yaitu sebuah patung. Patung tersebut haruslah melambangkan keperkasaan dan kehebatan bangsa Indonesia di mata dunia. Untuk mewujudkan ide tersebut, Bung Karno bekerja sama dengan 2 arsitek dan seniman ternama Indonesia di jaman itu yaitu Edhie Soenarso dan Frederich Silaban,
Bung Karno dan Frederich Silaban
( Sumber : travel.kompas.com)
Dalam pembangunan patung yang diinginkan oleh Bung Karno,baik Soenarso dan Silaban saling bekerjasama untuk menciptakan suatu bentuk patung yang gagah dan menampilkan nama besar bangsa Indonesia itu sendiri. Lalu dicetuskanlah sebuah konsep patung dengan tampilan pria kekar yang berotot dan mengekspresikan kemerdekaan itu sendiri. Dalam proses pengerjaanya, patung pria tersebut dibuat oleh Edhi Soenarso sedangkan kaki patungnya dibuat oleh Frederich Silaban dengan menggunakan bahan perunggu dan memiliki ketinggian 36 m dan dibangun di tengah-tengah lapangan Banteng tersebut. Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1963 yang bertepatan dengan perayaan 18 tahun kemerdekaan Indonesia, Monumen Pembebasan Irian Barat diresmikan dan dihadiri oleh ribuan orang dari seluruh wilayah Jakarta.
Lapangan Banteng dan Tugu Pembebasan Irian Barat diibaratkan seperti sebuah magnet di ibukota sekarang ini. Sebab wajah baru dari Lapangan Banteng ini adalah salah satu program perubahan wajah Ibukota Jakarta agar menjadi kota yang layak disejajarkan dengan ibukota negara lainya seperti Kuala Lumpur, Singapura, dan Hongkong serta menarik wisatawan dari mancanegara untuk datang ke Jakarta. Dilihat dari sisi landscape, Lapangan Banteng banyak terdapat berbagai macam vegetasi (penghijauan) yang mendominasi setiap sudut dari tempat tersebut dan juga sirkulasi yang memungkinkan setiap pengunjung yang ingin berolahraga ataupun sekedar berjalan-jalan agar merasakan kenyamanan yang sesungguhnya. Di pintu gerbang utama, para pengunjung langsung disambut oleh patung yang seolah-olah menyambut kedatangan mereka untuk mengungkapkan "apa itu kemerdekaan yang sesungguhnya" dan di titik inilah, banyak pengunjung yang mengambil foto yang terfokus pada patung pembebasan Irian Barat tersebut. Patung tersebut memang diibaratkan dapat berkomunikasi dengan setiap pengunjung dan banyak yang makna yang seakan disampaikan dan diungkapkan secara tak langsung dengan indera penglihatan manusia terhadap bentuk ekspresi dari patung tersebut. Itulah fenomenologi yang terjadi.
Di bagian selatan yang membelakangi patung tersebut, terdapat sebuah ukiran dari tulisan-tulisan/quotes dari para tokoh-tokoh yang merupakan pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia seperti Bung Karno, Soeharto, Jenderal Gatot Subroto, Jenderal Ahmad Yani, dan Adam Malik yang terukir pada setiap dinding putih berlapis beton. Hampir semua quotes dari tokoh-tokoh tersebut berisi tentang makna kemerdekaan dan tujuan dari pembebasan Irian Barat yang dicita-citakan oleh Bung Karno dan menjadi pewujudan dari NKRI dan Bhineka Tunggal Ika sekarang ini.
Ukiran Quotes dari Tokoh-Tokoh Kemerdekaan Indonesia
Dari berbagai keindahan, kenyaman, dan estetika yang diungkapkan dan ditampilkan. Ada yang menarik dibalik berdirinya Lapangan Banteng dan Tugu Pembebasan Irian Barat tersebut. Mengapa menarik ? karena Tugu Pembebasan Irian Barat tersebut dibangun dan berdiri berdekatan dengan Masjid Istiqlal dan Gereja Kathedral Jakarta sehingga memunculkan persepsi akan suatu konsep "Persatuan Indonesia" dalam kemerdekaan bangsa, agama, dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pemandangan Tugu, Masjid, dan Gereja dalam 1 Bingkai di Keindahan Senja
Lapangan Banteng hanyalah sebuah lapangan dan patung hanyalah sebuah patung, namun dari tempat ini, kita dapat belajar untuk menghargai dan mengenang sebuah arti dari perjuangan dan pengorbanan bangsa dalam meraih kemerdekaan dan mewujudkan NKRI menjadi negeri yang indah dengan berbagai macam suku dan agama dengan slogan dari "Sabang sampai Merauke". Makna Kemerdekaan tidak harus dikoar-koar tetapi cukup diwujudkan dalam hati, amalan perbuatan sehari-hari, dan ketulusan serta keikhlasan dalam membangun negeri sama seperti patung pembebasan Irian Barat walau hanyalah sebuah patung namun mampu memberikan arti dari apa itu makna kemerdekaan yang sesungguhnya.
Jakarta, 28 Mei 2019
Komentar
Posting Komentar